Public Hearing Draft RUU Pelaporan Keuangan (RUU-PK)
Jakarta, 03/12/2020 IAMI.
Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) turut mengikuti acara Public Hearing Draf Rancangan Undang-undang Pelaporan Keuangan (RUU-PK). Yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia, secara virtual yang disiarkan melalui kanal Youtube PPPK. Kegiatan ini bertujuan untuk menghimpun masukan dan pendapat dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Dr. Hadiyanto, S.H., L.L.M., CITP selaku Keynote Speaker acara Public Hearing ini menjelaskan tujuan acara ini untuk menyampaikan bagaimana konsep yang sangat penting dalam ekosistem pelaporan keuangan dari waktu ke waktu, agar menjadi lebih baik lagi.
“Seperti kita maklumi bersama, kita telah lama menunggu dan merindukan bagaimana terwujudnya ekosistem bisnis yang baik. Yang sama-sama menguntungkan baik bagi pelaku usaha, investor, maupun stakeholder lainnya,” ujar Hadiyanto saat sesi pemaparannya. Menurutnya inilah alasan penyiapan RUU Pelaporan Keuangan.
Pelaporan Keuangan Entitas Swasta (Korporasi) yang merupakan salah satu produk laporan yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang informasinya sangat diperlukan oleh para pemangku kepentingan. Baik internal perusahaan maupun eksternal untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Hadiyanto menyajikan data fakta tentang pelaporan keuangan di Indonesia, pada saat ini masih belum baik. Pertama, terdapat banyak kewajiban penyampaian laporan keuangan ke berbagai instansi dan kementerian. Hal ini menimbulkan resiko suatu perusahaan menyampaikan laporan keuangan yang ganda atau bahkan berbeda kepada pihak atau instansi berbeda. Kedua, masih rendahnya kepatuhan terkait pelaporan keuangan. Ketiga, maraknya kasus terkait pelaporan keuangan seperti kesalahan penyajian dan kecurangan penyajian, sehingga mengancam stabilitas sektor keuangan.
Menurut Hadiyanto dalam rangka mewujudkan ekosistem pelaporan keuangan yang berkualitas, maka dibutuhkan peraturan pelaporan keuangan yang holistik maka diadakan RUU tentang Pelaporan Keuangan. RUU ini memiliki tujuan antara lain;
- Simplifikasi Proses Penyampaian Laporan Keuangan
- Melalui Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu Satu Pintu
- One reliable report for multipurpose
- Big Data Informasi Keuangan
- Mendukung pengawasan kepatuhan
perpajakan - Mendukung perumusan kebijakan fiskal dan perumusan kebijakan moneter.
“Intinya RUU merupakan produk bersama antara pemerintah Kementerian atau Lembaga dengan DPR. Tentu saja sesuai ketentuan proses penyusunan RUU, maka harus melalui proses seperti public hearing, ini diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas RUU ini,” ujar Hadiyanto saat menutup pemaparan utamanya.
Selanjutnya dalam Public Hearing ini dipaparkan Draf RUU Pelaporan Keuangan, yang dibagi ke dalam 6 sesi pemaparan dengan 9 topik bahasan.
Sesi Pertama dipaparkan Latar Belakang, Tujuan, dan Value added RUU-PK oleh Firmansyah N Nazaroedin, ia menjelaskan dengan adanya RUU-PK, secara sistematis Laporan Keuangan akan diolah oleh Unit Penyelenggara Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu Satu Pintu, artinya entitas yang wajib diaudit dan tidak wajib diaudit, memberikan laporan keuangan ke unit ini dan secara sistematis unit ini akan meramu.
Untuk kepentingan-kepentingan seperti pajak, bank, OJK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, maupun pihak-pihak lain, nantinya unit inilah yang akan mem-fit informasi kepada pihak-pihak tadi.
Dirinya memaparkan value added dari penerapan RUU tentang Pelaporan Keuangan untuk menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang ideal yaitu, menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, meningkatkan nilai ease of doing business dan global competitiveness index, menurunkan tingkat underground economy, meningkatkan tax ratio, memudahkan pengambilan keputusan melalui big data bagi pelaku bisnis secara nasional (misalnya untuk perbankan atau pasar modal), dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Tujuan dari RUU_PK adalah untuk mewujudkan Lingkungan Pelaporan Keuangan yang ideal terdiri dari:
- Simplikasi Proses Laporan Keuangan:
One single submission, One report for multipurpose, meningkatkan kepatuhan, dan mempermudah pengumpulan data laporan keuangan secara nasional.
- Entitas Wajib Lapor dan/atau Wajib diaudit:
Meningkatkan kepatuhan Entitas wajb untuk diaudit dan memfasilitas seluruh regulasi untuk Entitas melaporkan laporan keuangan.
- Penyusun laporan keuangan:
Meningkatkan kualitas laporan keuangan karena disusun oleh Akuntan yang berkompeten dan memberikan tanggung jawab yang jelas kepada Akuntan penyusun laporan keuangan.
- Standard Setter:
Memastikan kualitas standar laporan keuangan, memberikan dasar hukum untuk implementasi standar laporan keuangan, dan mendukung kepada entitas mikro kecil dan menengah untuk dapat berkembang lebih besar.
Dalam sesi kedua membahas Ruang Lingkup, Entitas Pelapor Tertentu dan Laporan Keuangan, Penyusunan Laporan Keuangan, dan Pertanggungjawaban Laporan Keuangan oleh Arie Wibowo, ia menyoroti tentang Ruang lingkup Pelaporan Keuangan, meliputi Pelaporan Keuangan seluruh entitas di luar instansi pemerintahan.
Laporan Keuangan beberapa Entitas Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) RUU-PK wajib diaudit, maka Entitas Pelapor ini disebut sebagai Entitas Pelapor Tertentu. Jadi Entitas Pelapor terbagi menjadi entitas wajib audit (entitas pelapor tertentu) dan tidak wajib audit.
Entitas pelapor tertentu yang wajib audit adalah BUMN, BUMD, entitas dengan akuntan public, entitas perbankan dengan Kategori bank umum dan bank perkreditan rakyat, lembanga keuangan bukan bank, yayasan, koperasi, entitas dengan kriteria peredaran bruto atau total asset tertentu, entitas lainnya yang diwajibkan untuk diaudit oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam draf RUU-PK Laporan Keuangan terdiri atas Laporan Keuangan tahunan dan Laporan Keuangan interim. Laporan keuangan wajib disusun sesuai dengan standar jenis usaha, kompleksitas usaha, ukuran perusahaan, karakteristik, dan akuntabilitas publik dari Entitas Pelapor.
Dalam proses penyusunan laporan keuangan, penyusun laporan wajib memiliki pengetahuan di bidang akuntansi. Jika direksi Entitas Pelapor tidak memiliki pengetahuan di bidang akuntansi, maka laporan keuangan harus disusun oleh akuntan publik atau akuntan berpraktik yang memperoleh penugasan dari Entitas Pelapor dan tanggung jawab laporan keuangan tetap pada Entitas Pelapor. Untuk Entitas Pelapor Tertentu, penyusun laporan keuangan wajib terlebih dahulu terdaftar pada register yang diselenggarakan oleh Menteri.
Direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen pada entitas bertanggung jawab atas kebenaran isi laporan keuangan terkait dengan petanggungjawaban laporan keuangan.
Sesi ketiga membahas Penyampaian, Distribusi dan Akses, Penggunaan, dan Penyimpanan Laporan Keuangan dan Penyelenggara Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu Satu Pintu dan Koordinasi antar Kementerian/Lembaga oleh Triyanto.
“Dalam kondisi tertentu bisa jadi penyampaian melalui sistem juga ada yang terkendala, mungkin ada yang sulit kalau harus menggunakan aplikasi. Kita nggak munafik kalau beberapa daerah masih sulit. Ini boleh juga penyampaiannya secara manual atau tertulis,” ujar Triyanto, saat pemaparannya.
Setelah entitas menyerahkan laporan keuangan melalui sistem (setelah submit), sudah lengkap dan memenuhi syarat, akan menerima bukti penerimaan.
Topik Standar Laporan Keuangan dan Komite Standar Laporan Keuangan, saat sesi keempat dibawakan oleh Firmansyah N Nazaroedin. Ini dibahas dalam pasal 22 sampai pasal 25 Draf RUU-PK.
“Kami mengusulkan adanya suatu Komite Standar Pelaporan Keuangan, ini kami mem-benchmark dari Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Pada pasal 23 menyebutkan bahwa Pemerintah membentuk Komite Standar melalui Keppres (Keputusan Presiden). Komite ini adalah komite yang independen dalam menjalankan tugasnya, dibentuk untuk meningkatkan transparansi akuntabilitas,” ujar Firmansyah.
Pada sesi kelima, dibahas topik mengenai Profesi Penunjang Pelaporan Keuangan dan Partisipasi Masyarakat oleh Agus Suparto. Ia memaparkan di pasal 26 RUU-PK, profesi yang menunjang laporan keuangan antara lain akuntan beregister, akuntan berpraktik, akuntan publik, auditor internal, penilai publik, aktuaris publik; dan profesi penunjang pelaporan keuangan lainnya.
“Masyarakat atau publik diberikan hak untuk memperoleh informasi laporan keuangan, tapi dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian masyarakat juga bisa menyampaikan pengaduan ke penyelenggara sistem apabila menemukan ada indikasi pelanggaran di dalam pelaporan keuangan,” tutur Agus.
Sesi terakhir disampaikan oleh Ambarwati Retno Dewi dengan materi tentang Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana dan Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
“Sebagaimana yang diketahui, ketentuan sanksi administratif diperlukan dalam suatu RUU, sebagai instrumen pembinaan dan pengawasan, agar segala ketentuan yang telah dirumuskan dapat dilaksanakan secara tertib dan tidak dilanggar,” jelas Ambarwati.
Setelah pemaparan 9 topik mengenai Draf RUU Pelaporan Keuangan, acara dilanjutkan ke tanggapan peserta public hearing terhadap draf RUU ini dan sesi tanya jawab. Tautan untuk mengunduh Draf RUU-PK dapat diakses melalui http://www.pppk.kemenkeu.go.id/.
Penulis:
Meyta Yosta Greacelya Abaulu
Andi Immanuddin